Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Aqidah Ath-Thahawiyah > Halaqah 18 | Allāh Tidak Bisa Dijangkau dengan Persangkaan

Halaqah 18 | Allāh Tidak Bisa Dijangkau dengan Persangkaan

Kitab: Aqidah Ath-Thahawiyah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Beliau mengatakan,

[لا تبلغه الأوهام ولا تدركه الأفهام:]

Tidak sampai kepadanya Al Awhab – الأوهام – yaitu persangkaan²/ perkiraan², orang mengira dengan hatinya atau dengan akalnya berusaha untuk mengilmui- meliputi diri Allāh dengan perkiraan² dia dengan persangkaan² dia maka

لا تبلغه

dia tidak akan sampai,

Akal dia terbatas pengetahuan dia terbatas,

ولا تدركه الأفهام

Demikian pula pemahaman² manusia ini tidak akan bisa meliputi tentang diri Allāh ﷻ akal mereka terbatas dan mereka belum pernah melihat Allāh dan mereka pun seandainya melihat Allāh

وَهُوَ يُدْرِكُ الْاَبْصَارَۚ

Mereka tidak akan bisa meliputi.

Mereka adalah makhluk yang sangat kecil dan Allāh ﷻ Dialah yang al-Kholik, Dialah Al Kabir / Akbar, bagaimana mata-mata mereka dan pemahaman² mereka bisa meliputi Allāh

ولا يخطنبه علم

mereka tidak akan bisa meliputi Allāh dengan keilmuan yang mereka miliki, tidak semua nama Allāh subhanahu wa ta’ala Allah kabarkan kepada kita tidak semua sifat Allāh kabarkan kepada kita.

Sehingga ini menunjukkan bahwasanya yang kita ketahui berupa nama-nama Allāh ini sesuai dengan apa yang Allāh kabarkan kepada kita, disana ada nama-nama yang belum kita tahu sebagaimana dalam hadits

أسألُك بكلِّ اسمٍ هو لك سميتَ به نفسَك أو أنزلتَه في كتابِك أو علمته أحدًا من خلقِك أو استأثرت به في علمِ الغيبِ عندك ،

Dan nama-nama yang Engkau simpan di ilmu Ghoib di sisiMu.

Bagaimana kita bisa meliputi Allāh subhanahu wa ta’ala dengan keilmuan kita, dengan pemahaman kita, tapi apa yang turun kepada kita berupa syard itulah yang kita pahami, itulah yang kita tetapkan selebihnya kita beriman secara global Allāh subhanahu Wa ta’ala memiliki nama-nama dan juga sifat yang tidak sama dengan makhluk yang harus kita tetapkan dan seluruh sifat kesempurnaan tadi untuk Allāh.

Allāh memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan tidak ada sifat-sifat yang aib, sifat-sifat yang cacat sifat-sifat yang jelek pada diri Allāh

[لا تبلغه الأوهام ولا تدركه الأفهام:]

Kalau memang demikian keadaannya, berarti ini menunjukkan yang pertama peringatan dari beliau bahayanya mengedepankan akal di atas dalil, dan ini mungkin banyak di zaman dulu orang-orang Ahlu kalam yang mereka mendahulukan akal mereka di atas dalil padahal

[لا تبلغه الأوهام ولا تدركه الأفهام:]

Dalam masalah Al Ghoibiyah perkara² yang ghoib maka kita harus berpijak dan kembali kepada dalil, kalau memang keadaannya maka kita dalam menetapkan nama dan juga sifat Allāh harus berdasarkan Al-Qur’an dan juga hadits, sebab tentang nama dan sifat Allāh adalah tauqif jangan kita menggunakan akal kita, ya mengakal-akali menetapkan nama dengan akal, menetapkan sifat dengan akal saja, semuanya harus kembali kepada dan dalil karena

[لا تبلغه الأوهام ولا تدركه الأفهام:] [ولا يشبه الأنام:]

Dan kesempurnaan² Allāh tadi sifat-sifat Allāh tadi dan juga Dzat Allāh

لا يشبه الأنام

tidak serupa dengan makhluk.

Jadi

لا تبلغه الأوهام
ولا يشبه الأنام

Menunjukkan kewajiban kita untuk menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allāh dan juga RasulNya, istiwa, turunnya Allāh tangan Allāh, jari-jari Allāh, ma ta Allāh harus kita terima meskipun akal kita atau akal yang rusak itu tidak menerimanya, adapun akal yang sehat maka menerima yang demikian.

Kemudian yang harus kita pahami

ولا يشبه الأنام

Kita tetapkan sifat-sifat yang telah Allāh dan juga RasulNya tetapkan untuk diri Allāh, tapi harus kita yakini bahwasanya sifat-sifat tersebut

لولا يشبه الأنام

Tidak serupa dengan makhluk.

Jadi ungkapan ini

لا تبلغه الأوهام ولا تدركه الأفهام
[ولا يشبه الأنام

Bisa kita ambil diantara faedahnya di situ ada isbat dan juga nafi’un yaitu penetapan seluruh nama dan juga sifat Allāh yang telah tetap bagi Allāh berdasarkan Al-Qur’an dan juga hadits bukan dengan akal kita bukan dengan pemikiran kita, kemudian juga harus kita nafikan maksudnya adalah kita nafikan keserupaannya yaitu tidak mungkin sifat-sifat tadi serupa dengan makhluk.

Ini sebagaimana firman Allah

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.

Tidak ada yang serupa dengan Allāh sesuatu apapun, Ini

ولا يشبه الأنام
وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.

Dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha melihat.

Ini penetapan,

ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Ini bantahan kepada orang-orang yang mushabihat

وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Bantahan kepada orang-orang yang muatsilah /orang² yang mengingkari.

Berarti ini pun juga demikian

ولا يشبه الأنام

Pengingkaran beliau terhadap Musabihat

لا تبلغه الأوهام ولا تدركه الأفهام

Ini pengingkaran terhadap orang-orang yang muatsilah yang mereka mendahulukan akalnya kemudian mengingkari sifat meskipun beliau tidak mengatakan Rabb ala muatsilah , Rabb ala Musabihat tapi disini bahwasanya beliau mengingkari orang-orang yang mendahulukan akal dan orang-orang yang menyerupakan Allāh dengan makhluk.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.

Nafi’un dan juga Isbat.
Demikian juga dengan firman Allāh dalam surat Al-Ikhlas di dalamnya ada Nafi’un dan juga Isbat.

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ

katakanlah Allāh adalah ahadun yaitu Maha Esa dan kata Ahad tidak digunakan dalam keadaan dia didalam kalimat yang positif kecuali hanya untuk Allāha saja.

اللّٰهُ اَحَدٌۚ

Tidak ada kata bukan atau tidak, kalimat yang positif ini hanya digunakan untuk Allāh Allahu ahad yaitu Allah yang Maha Esa, dalam Dzat-Nya dalam sifat-Nya dalam nama-nama-Nya dalam Rububiyah-Nya dan juga uluhiyah-Nya.

Menunjukkan bahwasanya ketika kita mengatakan Allāhu Ahad /Allāh yang maha esa menunjukkan tentang kesempurnaan Allāh, kita tetapkan dengan ungkapan Allāhu Ahad- Allāh adalah Yang Maha Esa kita tetapkan seluruh sifat kesempurnaan bagi Allāh karena ahad berarti Allah subhanahu wa ta’ala yang Esa di dalam uluhiyahnya yang Esa di dalam nama dan juga sifat-sifatnya Yang Esa di dalam masalah rububiyah nya .

اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ

Allah subhanahu wa ta’ala Dialah Ash Shomad dan yang dimaksud dengan Ash Shomad adalah Yang di mana Yang lain ini bergantung kepadanya di dalam menunaikan hajat-hajat inilah yang dimaksud dengan Ash Shomad atau diantara makna Ash Shomad, yang lain kembali kepadanya dalam menunaikan hajat²nya di tanganNya lah segala sesuatu seluruh kesempurnaan adalah milik Allāh subhanahu Wa ta’ala.

Berarti

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ

Didalamnya ada Isbat menetapkan seluruh sifat-sifat kesempurnaan bagi Allāh.

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ

di sini ada nafiun.

Allāh subhanahu Wa ta’ala tidak melahirkan dan Allah tidak dilahirkan dan tidak ada sesuatu yang sebanding dengan Allāh menafikan dan menafikan mengharuskan kita untuk menetapkan kebalikan² yang sempurna, Allāh tidak ada yang sebanding dengan Dia maka Dialah yang satu-satunya yang Maha sempurna yang memiliki seluruh sifat kesempurnaanm

Berarti dalam surat Al-Ikhlas maupun dalam firman Allāh

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.

Maka didalamnya ada Isbat dan juga ada nafi’un, menetapkan sifat bagi Allāh dan kita menafikan adanya keserupaan sifat tersebut dengan sifat makhluk.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Transkrip: Abu Mandala
•┈┈┈┈┈┈•❁❁•┈┈┈┈┈┈•

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top