Home > Bimbingan Islam > Matan Abu Syuja > Kajian 078 | Zakat Harta Berharga Dan Syaratnya

Kajian 078 | Zakat Harta Berharga Dan Syaratnya


🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita memasuki pada halaqah ke-78 dan kita masuk kepada jenis yang kedua yaitu jenis الأثمان atau harta berharga.

Yang dimaksud dengan الأثمان disini disebutkan oleh penulis rahimahullāh:

((وأما الأثمان فشيئان: الذهب والفضة))

((“Yang dimaksud dengan harta yang berharga yang dizakāti adalah dua jenis yaitu emas dan perak.”))

Maka selain jenis emas dan perak maka dia tidak dizakāti walaupun mungkin lebih mahal.

Seperti:

√ Berlian apabila menjadi perhiasan dan dipakai maka dia tidak dizakāti karena bukan termasuk emas dan perak.

Akan tetapi bila berlian tersebut dijualbelikan maka dia masuk ke dalam bab عروض التجارة atau barang perdagangan.

Hal ini berdasarkan dalīl firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak (mengumpulkannya) dan dia tidak menginfaqkannya di jalan Allāh (tidak menzakātinya) maka berikanlah kabar kepada mereka dengan adzab yang pedih.”

Oleh karena itu emas dan perak wajib hukumnya untuk dizakāti.

Bagaimana dengan uang yang beredar dan dimiliki oleh kaum muslimin sekarang yaitu uang kertas?

Apa hukumnya uang kertas?

Apakah uang kertas wajib dizakāti atau tidak?

Di sana ada ulamā yang mengatakan tidak ada zakātnya namun namun yang rājih, sebagaimana yang dirājihkan oleh Syaikh Bin Baz dan juga fatwa Lajnah Daimah begitu juga oleh Syaikh Muhammad Shālih Al Utsaimin, merājihkan bahwasanya harta yang berupa uang kertas itu dizakāti.

Dimana pada zaman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam emas dan perak adalah sebagai mata uang.

⇒Perak merupakan mata uang yang diambil dari orang-orang Persia.

⇒Emas atau Dinar merupakan mata uang yang diambil dari orang-orang Roem.

Maka keduanya sebagai mata uang sehingga mata uang yang berlaku sekarang walaupun dia berupa kertas hukumnya sebagai hukum emas dan perak, sehingga nisabnya pun akan dikadarkan (disesuaikan) dengan nisab emas ataupun perak.

Diantara dalīlnya adalah:

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمًا

“Mata datangkanlah atau bayarkanlah zakāt riqah (nama dari mata uang perak), dari setiap 40 Dirham maka zakātnya adalah 1 Dirham.”

(Hadīts Riwayat Abū Dāwūd, Imām Tirmidzi 620 dari Ali bin Abi Thālib Radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu)

Ini menunjukan bahwasanya pada uang kertas ada zakāt, dan zakātnya menyesuaikan dengan nisab emas ataupun perak.

• Standard nisab yang digunakan pada zakāt uang kertas.

Apa nisabnya atau kadar zakatnya?

⇒Apakah mengikuti nisab emas yaitu 20 Dinar atau 85 gram emas murni?

Atau,

⇒Apakah mengikuti nisab perak yaitu 200 Dirham atau 595 gram perak murni?

Disini para ulamāpun khilaf.

√ Ada yang mengatakan bahwa mengambil nisab perak karena dia adalah ihtiyāt sebagai kehati-hatian.

Apabila seorang mengambil nisab perak maka nisab emaspun akan termasuk di dalamnya, karena nisab perak secara nilai lebih rendah daripada nisab emas.

Namun para ulamā yang merājihkan bahwa nisab yang digunakan adalah nisab emas diantara alasan mereka adalah:

⑴ Nilai perak itu berubah-berubah sejak zaman Nabi sampai sekarang sehingga perbedaannya sangat besar sekali.

Jika kita nisabkan dengan nisab perak maka kira-kira adalah dua juta sekian, maka seorang memiliki uang sekitar dua juta sekian atau tiga juta maka dia wajib untuk membayar zakāt.

Nisab emas sekitar 46 juta sekian, kita katakan 47-48 juta, maka perbedaannya sangat jauh sekali.

Jadi nisab nilai perak berubah-ubah sejak zaman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sampai sekarang. Sehingga bisa dikatakan bahwasanya nilai perak tidaklah stabil sedangkan nilai emas stabil.

⑵ Apabila nisab tersebut disetarakan dengan nisab emas maka dia akan mendekati nisab yang lainnya, seperti nisab pada unta, nisab pada sapi dan nisab pada kambing (akan setara) berbeda apabila nisab yang digunakan adalah nisab perak ini akan berbeda jauh sekali.

Oleh karena itu pendapat yang lebih rājih adalah pendapat yang kedua sebagaimana dirājihkan oleh sebagian ulamā.

Dan juga di dalam Kitāb Al Fiqih Aldilatuhu karya Syaikh Wahbah Azzuhaini merājihkan pendapat ini, bahwa standarnya adalah standar emas.

Dan juga alasan yang lain bahwa disebutkan, “Dan diambil dari orang kaya mereka.”

Dan standar terbawah orang kaya adalah standar yang disebutkan dalam nisab. Dan nisab emas hampir sama dengan nisab yang lainnya. Tidak melihat nisab perak, karena nisab perak jatuh secara drastis dan ini tidak bisa dikatakan seorang yang memiliki standar nisab perak dikatakan sebagai orang kaya.

Dan melihat juga pada pelonjakan kehidupan atau standar biaya hidup yang ada maka tidak mungkin untuk digunakan nisab perak di dalam menghitung zakāt uang kertas.

◆ Kemudian, bagaimana cara menghitung dari uang kertas tersebut?

⇒Kita akan melihat dari nisab emas, nisab emas adalah 85 gram dan kita hitung berapa nilai emas murni yang berlaku.

Misalnya:

Nisab emas murni satu gramnya adalah Rp. 550.000 maka nisab emas:

85 gram x Rp. 550.000 = Rp. 46.750.000

Apabila seseorang memiliki uang senilai Rp. 46.750.000 maka sudah wajib untuk dikenai zakāt dan zakātnya adalah 2.5 % dari nilai uang yang dia miliki.

⇒Apabila seseorang memiliki uang 100 juta maka sudah terkena nisab dan harus membayar zakāt 2.5% dari 100 juta.

⇒Apabila seseorang memiliki uang 50 juta maka maka dia juga sudah terkena zakāt.

Akan tetapi bila seseorang memiliki harta hanya 40 juta maka dia tidak terkena zakāt karena belum mencapai nisab dari zakāt tersebut.

◆ Bolehkah kita mengeluarkan zakāt sebelum waktunya?

Disebutkan oleh jumhūr ulamā membolehkan seseorang membayar zakāt sebelum datang waktu.

Karena wajibnya adalah satu haul yaitu satu tahun hijriyyah, apabila dimajukan sebelum sampai  1 tahun hijriyyah maka diperbolehkan dan ini adalah “menyegerakan kebaikan”.

Berdasarkan salah satu riwayat yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thālib bahwasanya ‘Abbās bin Muththalib beliau bertanya kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tentang menyegerakan zakāt, maka diberikan rukhsah oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan hadīts ini diriwayatkan oleh Imām Abū Dāwūd dan Imām At Tirmidzi juga Imām Ibnu Mājah.

Berkata penulis rahimahullāh:

((وشرائط وجوب الزكاة فيها خمسة أشياء: الإسلام والحرية والملك التام والنصاب والحول))

((Dan syarat wajibnya zakāt ada 5 (lima) macam: Islam, Merdeka, Memiliki secara sempurna, nisab zakat, Haul)).

Sebagaimana yang disebutkan di dalam zakāt المواشي, bedanya di dalam zakāt المواشي  ada tambahan yaitu sāimah.

Adapun di sini hanya 5 (lima) saja, yaitu:

⑴ Islām
⑵ Merdeka
⑶ Memiliki secara sempurna
⑷ Nisab zakāt (Perak 200 Dirham dan emas 20 Dinnar /85 gram emas)
⑸ Haul (telah melewati satu tahun hijriyyah)

Maka apabila sudah menjawab 5 syarat ini wajib seseorang untuk berzakāt dengan zakāt dari emas dan perak yang dia miliki atau zakāt dari uang kertas yang dia miliki.

Demikian yang bisa disampaikan pada halaqah kali ini, In syā Allāh kita akan lanjutkan pada halaqah berikutnya.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
———————————-

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top