🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita masuki halaqah ke-69 dan masuk pada pembahasan tentang “Memandikan Jenazah”.
قال المؤلف رحمه الله:
Berkata penulis rahimahullāh:
((ويغسل الميت وترا ويكون في أول غسله سدر وفي آخره شيء من كافور))
((Bahwasanya jenazah itu dimandikan secara ganjil dan pada awal pemandiannya dicampur dengan daun sidr dan pada akhir pemandiannya dicampur dengan sedikit dari air kapur.))
Adapun terkait dengan masalah hukum memandikan mayit sebagaimana yang sudah disebutkan diawal, bahwasanya hukumnya adalah fardhu kifāyah sebagaimana kesepakatan imām madzhab yang empat.
Berdasarkan hadīts dari Ibnu ‘Abbās radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumma:
بينما رجل واقف بعرفة، إذ وقع عن راحلته فوقصته، أو قال: فأقعصته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: اغسلوه بماء وسدر، وكفنوه في ثوبين
(Ibnu ‘Abbās radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumma, menceritakan) bahwasanya ada seorang laki-laki yang dia wukuf di Arafah kemudian terjatuh dari tunggangannya kemudian meninggal dunia. Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:
“Mandikanlah dia dengan air yang dicampur sidr lalu kafanilah dengan dua potong kain.”
(Hadīts Riwayat, Bukhāri No. 1265 dan Muslim No. 1206)
Para sahabat sekalian.
Ada beberapa yang ingin kita singgung secara ringkas tentang masalah memandikan mayit, diantaranya:
1. Siapakah orang yang paling utama untuk memandikan jenazah?
==>Jenazah Laki-laki
Apabila jenazah tersebut laki-laki maka orang yang paling utama adalah orang yang diwasiatkan untuk memandikan, dia adalah orang yang paling utama.
⑴ Orang yang diwasiatkan
⑵ Bapaknya
⑶ Kakeknya
⑷ Anak laki-lakinya
⑸ Kerabat laki-laki yang terdekat dengan mayit.
==>Jenazah Perempuan
Apabila mayit perempuan maka para ulamā berselisih pendapat siapa orang yang paling utama untuk memandikan jenazah tersebut.
Pendapat yang pertama |
Bahwasanya yang paling utama memandikan jenazah wanita adalah para wanita, kemudian setelah itu adalah suaminya. Ini merupakan pendapat syāfi’iyyah.
Pendapat yang kedua |
Bahwasanya yang paling utama adalah suaminya, kemudian para wanita selainnya. Ini merupakan pendapat mālikiyyah
Para shahābat sekalian.
2. Tatacara di dalam memandikan jenazah
Kita akan jelaskan secara ringkas beberapa poin:
⑴ Melepaskan semua pakaian mayit (menelanjangi mayit).
Ini hukumnya sunnah, berdasarkan pendapat jumhūr para ulamā, dari kalangan Hanafiyyah, Mālikiyyah dan Hanābilah.
Dan berdalīl dari sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
⑵ Menutup aurat mayit.
Menutup aurat mayit hukumnya wajib, tatkala seseorang ingin memandikan mayit maka harus tertutup dan tidak boleh seorang yang memandikan mayit untuk melihat aurat dari jenazah tersebut.
Berdalīl dari sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan juga dari ijma’.
⑶ Mengurut perut mayit.
Tatkala mulai untuk memandikannya maka yang pertama adalah:
· Mengurut perut mayit secara lembut.
· Dibersihkan lubang tempat keluarnya kotoran agar kotoran-kotoran tersebut hilang atau kita bersihkan. Ini berdasarkan kesepakatan para Imām madzhab yang empat.
⑷ Niat di dalam memandikan mayit.
Apakah harus seseorang memandikan mayit dengan niat secara khusus?
Seseorang tidak wajib berniat untuk memandikan mayit. Ini pendapat Jumhūr dari kalangan Hanafiyyah, Mālikiyyah dan Syāfi’iyyah.
Karena tujuan dari memandikan adalah membersihkan, maka dia tidak diperlukan niat secara khusus.
⑸ Membersihkan gigi dan lubang hidung mayit.
Ini merupakan perkara yang disunnahkan, dan termasuk diantara kebersihan. Ini berdasarkan kesepakatan para Imām madzhab yang empat berdalīl dari sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertujuan untuk kebersihan.
⑹ Wudhū bagi mayit.
Mewudhūkan mayit merupakan perkara yang disunnahkan dan dilakukan pada awal pemandian, yaitu tatkala awal si mayit diwudhūkan terlebih dahulu sebelum kemudian dimandikan.
Berdalīl dari sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
(7) Memandikan mayit dengan air yang dicampur dengan daun sidr.
Sudah disebutkan hadītsnya diatas, dan juga disebutkan oleh penulis matannya.
Mencampur air dengan daun sidr adalah perkara yang disunnahkan di dalam memandikan jenazah, berdasarkan kesepakatan dari para ulamā madzhab yang empat.
Mereka berdalīl dari sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dari hadīts Ibnu ‘Abbās yang sudah disebutkan di awal pertemuan.
⑻ Memandikan mayit secara keseluruhan dan mendahulukan bagian kanan.
Ada dua poin:
① Memandikan mayit secara keseluruhannya, ini hukumnya wajib, berdasarkan kesepakatan para ulamā madzhab yang empat, berdalīlkan kepada hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
② Memulai dari bagian kanan, ini adalah perkara yang disunnahkan. Perkara yang disunnahkan untuk memulai memandikan mayit (membersihkan jasadnya) dari bagian kanan berdasarkan dalīl-dalīl dari sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
⑼ Mencampurkan air dengan kapur dalam pemandian yang terakhir.
Ini merupakan perkara yang disunnahkan sebagaimana yang disebutkan di dalam hadīts yang telah lalu dan ini juga berdasarkan kesempatan Imām madzhab yang empat diantaranya adalah Imām Syāfi’i rahimahullāh, dan berdasarkan sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
⑽ Mengganjilkan di dalam memandikan mayit.
Ini merupakan perkara yang mustahab berdasarkan kesepakatan Imām madzhab yang empat, dengan berdalīlkan hadīts-hadīts diantaranya hadīts ummu ‘Athiyyah Al Anshāriyyah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhā yang sedang memandikan jenazah putrinya (Zainab).
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:
اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ بِمَاءٍ
“Mandikanlah ia tiga kali, lima kali atau lebih dengan air yang dicampur daun sidr (bidara).”
Dalam riwayat yang lain:
إغسلنها وترا و فيه, ثلاثا أو خمسا أو سبعا و فيه
“Mandikanlah dengan bilangan ganjil, tiga kali, lima kali atau tujuh kali.”
⑾ Memotong kuku mayit dan mengunting kumisnya.
Disini para ulamā berselisih pendapat, ada pendapat yang mengatakan bahwa ini makruh hukumnya dan pendapat lain mengatakan bahwasanya hukumnya adalah mustahab.
Diantaranya mereka berdalīl:
⇒ Bagi mereka yang mengatakan makruh, kebersihan tidak terkait dengan perkara-perkara ini.
⇒ Bagi mereka yang mengatakan mustahab, kebersihan berkaitan dengan perkara-perkara ini.
⑿ Mencukur bulu kemaluan mayit.
Ini adalah perkara yang diharāmkan dan ini merupakan pendapat dari madzhab Hanābilah.
Kenapa?
Karena disana ada sentuhan kepada aurat dan melihat aurat jenazah.
⒀ Mengeringkan air ditubuh mayit.
Hukum mengeringkan air ditubuh jenazah dengan handuk (misalnya), hukumnya adalah mustahab (disunnahkan). Ini berdasarkan kesepakatan para Imām yang empat.
⒁ Tayammum.
Tayammum manakala tidak ada air dan disunnahkan untuk bertayammum atau menayamumkan jenazah. Ini berdasarkan kesepakatan para Imām madzhab dan tayammum tersebut sebagai penganti air di dalam memandikan jenazah.
Demikian yang bisa kami sampaikan, di dalam halaqah kali ini, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada halaqah berikutnya tentang masalah mengkafani jenazah.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
________